Senin, Januari 11, 2010

AZ-ZAMAKHSYARI


Tahun Lahir:467 H.
Tahun Wafat:538 H.
Mazhab:Zaidiyah
Kategori:ILMU TAFSIR DAN TAFSIR

Daftar Karya Tafsir

Nama lengkap Az-Zamkhsyari adalah Abu al-Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Umar al-Khawarizmi Az-Zamakhsyari. Ia lahir pada hari Rabu tanggal 27 Rajab 467 H, bertepatan dengan tahun 1074 M di Zamakhsyar, suatu desa di Khawarizmi, terletak di wilayah Turkistan, Rusia. Ia hidup di lingkungan sosial yang penuh dengan suasana semangat kemakmuran dan keilmuan. Dan, wafat pada tahun 538 H, setelah ia kembali dari Makkah.

Ia mendapatkan pendidikan dasar di negerinya, kemudian pergi ke Bukhara untuk memperdalam ilmunya. Ia belajar sastra (adab) kepada Abu Mudhar Mahmud ibn Jarir al-Dhabby al-Ashfahany (w. 507 H). -- tokoh tunggal di masanya dalam bidang bahasa dan nahwu, guru yang sangat berpengaruh terhadap diri al-Zamakhsyari – kemudian mengadakan perjalanan ke Makkah untuk belajar. 

Untuk memperdalam  pengetahuannya dalam bidang sastra, sebelum ia berguru kepada Abu Mudhar, ia berguru kepada Abi al-Hasan ibn al-Mudzaffar al-Naisabury, seorang penyair dan guru di Khawarizm yang memiliki beberapa karangan, antara lain: Tahdzib Diwan al-Adab, Tahdzib Ishlah al-Manthiq, dan Diwan al-Syi’r. Dalam beberapa buku sejarah, ia tercatat pernah berguru kepada seorang faqih (ahli hukum Islam), hakim tinggi, dan ahli hadis, yaitu Abu Abdillah Muhammad ibn Ali al-Damighany yang wafat pada tahun 496 H. Tercatat pula ia berguru kepada salah seorang dosen dari Perguruan al-Nizhamiyah dalam bidang bahasa dan sastra, yaitu Abu Manshur ibn al-Jawaliqy (446-539 H). Dan, untuk mengetahui dasar-dasar nahwu dari Imam Sibawaih, ia berguru kepada Abdullah ibn Thalhah al-Yabiry.

Selama hidupnya Az-Zamakhsyari hidup membujang. Banyak komentar dari para ahli mengenai keadaan ini. Kita akan dapat memahami hal itu jika dipahami dari bait syair yang dirilis dan dilantunkannya sendiri tentang orang yang paling bahagia, yaitu orang yang tidak mempunyai anak dan tidak mendirikan rumah;
Orang yang paling bahagia adalah orang yang tidak melahirkan penghuni-penghuni rumah (isteri dan anak) dan orang yang tidak melakukan kerusakan di bumi. Sehingga mereka tidak meratapi anak-anaknya jika mereka mati. Dan, mereka juga tidak dikejutkan oleh rumah mereka, jika rumah itu roboh.
           
Menurut Abdul Majid ad-Dayyab, pernyataan itu hanyalah sebuah basa-basi. Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan Az-Zamakhsyari memilih untuk terus membujang. Penyebab-penyebab itu antara lain: kemiskinan, ketidakstabilan hidupnya, dan cacat jasmani yang dideritanya. Mungkin juga, karena kesibukannya menuntut ilmu atau kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan, dan karena karya-karya yang ditulisnya membutuhkan perhatian ekstra, sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan perkawinan.

Ia seorang ulama dan imam besar dalam bidang bahasa dan retorika.  Siapa saja yang telah membaca tafsirnya, maka akan menemukan banyak aspek gramatika yang berbeda.  Ia memiliki otoritas dalam bidang bahasa Arab dan mempunyai banyak karya termasuk hadits, tafsir, gramatika, bahasa, retorika, dan lain-lain.  Ia penganut madzhab Hanafi juga pengikut dan pendukung akidah mu’tazilah.  Tidak diragukan lagi bahwa Zamakhsyari adalah seorang ulama yang mempunyai wawasan luas, yang biasa disebut dengan al-Imam al-Kabir dalam bidang tafsir al-Qur’an, hadits Nabi, gramatika, filologi, dan seni deklamasi (elocution).  Ia juga ahli sya’ir dalam bahasa Arab, meskipun berasal dari Persia.

Dari hasil kajian terhadap karya-karya Az-Zamakhsyari, para pengkaji dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tersendiri, baik tentang kepribadiannya maupun tentang kedalaman ilmu dan keistimewaan karya itu sendiri. As-Sam’ani misalnya, berkata: “Az-Zamakhsyari adalah orang yang dapat dijadikan contoh karena kedalaman ilmu pengetahuannya mengenai sastra dan tata bahasa Arab”. Pujian ini sangat berkaitan dengan kedalaman ilmu beliau dalam bidang bahasa dan sastra. Pernyataan itu wajar ditujukan kepadanya, karena memang para ulama mengakui kapabilitas tokoh ini dalam ilmu bahasa. Hal yang sama juga telah dikemukakan oleh Ibnu al-Anbari, dengan menyatakan bahwa az-Zamkhsyari adalah pakar nahwu. Kemudian, Ibnu Kalikan memuji kedalaman ilmu yang dimiliki oleh az-Zamkhsyari seraya mengatakan bahwa ia adalah ulama besar pada masanya. Ia menjadi tempat bertanya dan menjadi rujukan, sehingga ia selalu didatangi oleh para ulama untuk menimba ilmu pengetahuan. Begitulah pujian yang menempatkan Az-Zamakhsyari sebagai narasumber pada masanya, bahkan pada masa sesudahnya.

Pujian yang ditujukan kepada Az-Zamakhsyari bukan hanya sebatas ungkapan yang menggambarkan kepakarannya di bidang bahasa, melainkan juga pada bidang tafsir. Kaitannya dengan bidang yang terakhir ini, Yaqut al-Hamawi menyatakan bahwa Az-Zamakhsyari adalah Imam dalam bidang tafsir, nahwu, bahasa, dan sastra. Bahkan lebih daripada itu, ia dinilainya sebagai seorang ulama yang senantiasa mengajarkan ilmunya, mempunyai kelebihan yang besar, dan mempunyai pengetahuan yang mendalam mengenai berbagai bidang ilmu pengetahuan. Penegasan itu lebih ditujukan kepadanya sebagai ulama yang berwawasan luas mengenai berbagai bidang ilmu.

Sebagai seorang penulis terkenal dan produktif, Az-Zamakhsyari meninggalkan beberapa karya monumental dalam beberapa bidang ilmu. Dalam karya-karyanya itu ia menuangkan pemikiran, ide, dan pandangannya dalam berbagai bidang ilmu yang dikuasainya, antara lain:
-         Al-Kasysyaf
-         Diwan al-Adab
-         Rabi’ al-Abrar
-         Asas al-Balagha
-         A’jab al-‘Ajab fi Syarh Lamiyat al-‘Arab
-         Al-Anmudzaj fi al-Nahwi
-         An-Nashaih as-Shighar
-         Al-Fa’iq fi Garib al-Hadits
-         Maqamaat al-Zamakhsyari, dan
-         Nawabi’ al-Kalam fi al-Lughag


(Keterangan ini merujuk pada kitab Al-Isra’iliyat  wa al-Maudhudat fi Kutub al-Tafsir karya Muhammad bin Muhammad Abu Shabah; kitab Mu’jam al-Udaba karya Abu Abdillah Yaqut ibn Abdillah al-Rumy; kitab Wafiyyatu al-A’yan wa Anba’u Abna’i  al-Zaman karya Abu al-Abbas Syams al-Din Ahmad ibn Muhammad ibn Abi Bakr ibn Khallikan; kitab  Thabaqatu al-Mufassirin karya Al-Hafidz Syams al-Din Muhammad ibn ‘Ali ibn Ahmad al-Dawudy; kitab Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an karya Manna’ al-Qattan; dan kitab  Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum karya Sayyid Muhammad Ali Iyazi).

Artikel yang Berhubungan



Dikutip dari: http://ade-tea.blogspot.com/2011/02/cara-membuat-widget-artikel-yang.html#ixzz1JSIiysNe

Artikel yang Berhubungan



Dikutip dari: http://ade-tea.blogspot.com/2011/02/cara-membuat-widget-artikel-yang.html#ixzz1JNBpubYr

0 komentar:

Bookmark and Share