arabian-days”Hierosolomite”. Begitulah peradaban Barat kerap menyebut Al- Muqaddasi geografer Muslim terkemuka pada abad ke-10 M ini. Ilmuwan asal Al-Quds (Yerusalem) ini merupakan salah seorang penulis tentang masyarakat Islam terhebat di dunia. Sejarah mengabadikannya sebagai geografer andal yang telah melahirkan sebuah karya geografi monumental. Buah karya sang geografer yang paling populer adalah kitab Ahsan at-Taqasim fi Ma’arifat Al-Aqalim. Dalam kitab itu, Al- Muqaddasi mengupas secara lugas dan jelas seluk-beluk pengetahuan tentang pembagian wilayah. Kitab yang ditulisnya pada 985 M itu sungguh sangat mengagumkan. “Tak ada satu pun kajian geografi modern yang terlewatkan oleh Al-Muqaddasi,” cetus ilmuwan Barat, JH Kramers.
Tak salah pula jika sejarawan asal Prancis mendaulat Al-Muqaddasi sebagai ‘pencipta ilmu geografi yang total’. Sejarah juga mencatat Al-Muqaddasi sebagai geografer perintis yang mampu melukiskan secara detail tempat-tempat yang pernah disinggahinya. Ia tak cuma menggambarkan kondisi geografis sebuah wilayah, namun mencapai berbagai aspek dalam kehidupan manusia.
Dalam karyanya yang amat monumental —Ahsan at-Taqasim fi Ma’rifat al- Aqalim—Al-Muqaddasi pun memberikan gambaran tentang jumlah penduduk, adat istiadat, aktivitas perdagangan, mata uang, kelompok sosial, monumen-monumen arkeologi, alat ukur atau timbangan, hingga pada kondisi politik sebuah masyarakat. Itulah yang membuat peradaban Barat berdecak kagum atas kecerdasan seorang Al-Muqaddasi.
Buah pikir yang ditulisnya pada akhir abad ke-10 M itu masih tetap menjadi perbincangan menarik di kalang geografer Barat abad ke-19 M. Adikaryanya dibawa ke Eropa oleh orientalis berkebangsaan Jerman, Aloys Sprenger. Ahsan al-Taqasim fi Ma’rifat al-Aqalim dinilai sejarawan dan geografer Barat sebagai sebuah karya yang sungguh sangat menakjubkan.
Tak tanggung-tanggung, kehebatan karya Al-Muqaddasi telah diklaim sebagai yang terhebat sepanjang zaman—tak ada yang mampu menandinginya. Ia telah memberi begitu banyak insiprasi bagi para geografer modern. Metode-metode yang dikembangkannya hingga kini masih tetap digunakan. Salah satunya mengenai pemakaian peta yang terbukti sangat berguna dalam kehidupan modern.
Pendekatan ilmiah yang digunakan Al- Muqaddasi dalam menulis karya geografi sangat berbeda dengan ilmuwan sebelumnya. Bagi dia, geografi tak hanya terkungkung dalam batasan letak geografis. Secara memukau, ia mampu menyuguhkan penjelasan mengenai dasar-dasar dan fungsi masyarakat Islam dari sebuah wilayah yang pernah dikunjunginya.
Kemampuan sebuah komunitas untuk mengatasi berbagai hambatan alam juga menjadi hal yang menarik perhatiannya. Secara tak terduga, penjelasan tentang masalah ini telah memberi inspirasi bagi masyarakat lain yang membacanya. Dengan membaca tulisannya yang detail dan terperinci, masyarakat lain akan terlecut semangatnya untuk melahirkan sebuah penemuan.
Dalam bukunya yang monumental, Al- Muqaddasi misalnya menggambarkan secara detail tentang pengelolaan air dan teknologi hidrolik. Teknologi itu sudah digunakan masyarakat Mesir di abad ke-10 M untuk mengelola air dan menjamin berjalannya sistem pertanian. Selain itu, masalah fiskal, keuangan, mata uang, serta fluktuasi yang terjadi di dalamnya juga menjadi perhatian Al-Muqaddasi.
Ia menceritakan, semua provinsi di wilayah Irak hingga perbatasan Damaskus sudah menggunakan mata uang dinar dan dirham. Masyarakat Muslim di wilayah itu juga mengenal istilah rub yang bernilai seperempat dinar dan qirat bernilai setengah dirham. Terdapat pula khurnaba yang bernilai seperempat, seperdelapan, dan seperenam belas bagian. Pergantian dari satu mata uang ke mata uang lainnya juga menjadi perhatian lainnya,
GloryPendapatan masyarakat di sebuah wilayah juga menarik perhatiannya. Suatu waktu, Al-Muqaddasi mengunjungi Provinsi Yaman. Ia mencatat wilayah Hadramaut memiliki pendapatan sebesar seratus ribu dinar. Al-Yaman serta Al-Bayrayn masing-masing memiliki pendapatan enam ratus ribu dinar dan lima ratus ribu dinar. Lalu, bagaimana jejak hidup sang geografer? Ada yang menyebut nama lengkap sang ilmuwan adalah Muhammad ibnu Ah – mad Shams al-Din Al-Muqaddasi. Namun, ada pula yang menulis nama lengkapnya Abu Abdullah Mohammed bin Ahmad bin al-Bana Al-Bashari Al-Maqdisi. Nama populernya— Al-Muqad dasi—diambil dari kota kelahirannya, yakni Al-Quds.
Ia terlahir di kota suci ketiga bagi umat Islam itu pada 945 M. Kakeknya bernama Al-Bana, seorang arsitek terkemuka yang bekerja pada Ibnu Tulun. Menurut Al- Muqaddasi, sang ayah dipercaya sebagai arsitek pelabuhan laut Acre. Sang geografer andal ini mendapat berkah untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas setelah menunaikan ibadah haji di Tanah Suci pada usia 20 tahun.
Sepulang dari Makkah, ia memilih jalan hidupnya untuk mengembangkan studi geografi. Demi mewujudkan impiannya itu, Al-Muqaddasi pun melanglang buana ke berbagai negara dan tempat. Ekspedisi yang dilakukannya itu telah mengantarkannya untuk menyinggahi seluruh negara-negara Islam. Pada 985 M, hasil perjalanannya ke berbagai negara Islam itu dituliskannya secara sistematis.
“Penggambarannya tentang Palestina, khususnya Yerusalem, tanah kelahirannya, merupakan salah satu yang terbaik dalam karyanya,” puji Guy Le Strange (1890 M) mengomentari buah karya Al-Muqaddasi dalam bukunya berjudul, Palestine Under The Muslim. Konon, sang ilmuwan tak cuma menggunakan potensi dirinya saat menulis adikarya. Ia senantiasa memohon pertolongan dan bantuan dari Sang Khalik.
Ada satu hal yang patut ditiru dari sang ilmuwan dalam menjaga ketajaman ingatannya. Al-Muqaddasi tak pernah lalai untuk selalu berinteraksi dengan Allah SWT. Meski begitu, ilmuwan Muslim ini pun tak pernah lepas dari dugaan sebagai seorang agen pemerintahan Dinasti Fatimiyah Mesir. Terlepas dari dugaan itu, Al-Muqaddasi tetaplah seorang geografer Muslim yang mendapat pengakuan dari peradaban Islam dan Barat.
Kota dalam Pandangan Al-Muqaddasi
Apa beda sebuah kota besar dengan kota kecil? Bila pertanyaan itu diajukan kepada Al- Muqaddasi maka jawabannya, “lihatlah masjid dan mimbarnya.” Geografer Muslim kenamaan ini memang mampu membedakan sebuah kota besar ( city) dengan kota kecil ( town) dengan melihat bangunan masjid dan mimbarnya.
Semakin megah bangunannya serta indah mimbar sebuah masjid di sebuah wilayah, menunjukkan posisi daerah itu. Masjid dan mimbar, menurut Al-Muqaddasi, merupakan simbol otoritas Islam. Sebagai geografer yang brilian, ia sangat tertarik dengan kondisi masyarakat Islam perkotaan, evolusinya, keberagaman, hingga kompleksitasnya. Sebuah pencapaian yang belum terpikirkan geografer sebelumnya.
Ia pun mampu menetapkan sebuah daerah layak menjadi ibu kota. Menurut Al-Muqaddasi, jika diibaratkan ibu kota adalah jenderal sedangkan kota-kota kecil adalah pasukannya. Dalam kajian geografi yang dilakukannya, Al-Muqaddasi pun mencoba menyelidiki struktur pertahanan sebuah kota.
Jika datang ke sebuah kota, Al- Muqaddasi akan menyelidiki tembok yang mengelilingi kota itu. Berapa tingginya, seberapa ketebalannya, jarak antartembok, kubu pertahanan, akses di dalam dan di luar, lokasinya menurut topografi umum, hubungannya dengan tempat peristirahatan, serta lainnya menjadi perhatian sang geografer.
Dengan kajian seperti itu, ia mampu menilai kekuatan pertahanan sebuah kota. Hal lainnya yang mengundang perhatian Al-Muqaddasi dari sebuah kota adalah geliat perekonomiannya. Maju tidaknya sebuah kota dapat dilihat Al-Muqaddasi dari perdagangan, pertukaran, serta perekonomian secara keseluruhan yang terjadi di kota itu.
Al-Muqaddasi pun melakukan studi pasar. Bagaimana pasang-surut sebuah pasar. Ia pun sampai-sampai menggali informasi tentang besaran biaya yang dikeluarkan setiap orang untuk kesehatan di sebuah kota. Selain itu, dia juga mengorek data untuk mengetahui sumber pendapatan, baik harian maupun bulananan, serta bagaiamana pendapatan itu disalurkan.
Untuk mendapat informasi yang akurat dari sebuah kota, Al-Muqaddasi pun akan mencari informasi bagaimana kehidupan di sebuah tempat berlangsung. Faktor-faktor yang digalinya adalah sikap masyarakat, kebersihan, serta moralitasnya. Penelitian ini dilakukannya di setiap kota yang dikunjunginya.
Selain itu, Al-Muqaddasi pun selalu mencoba untuk menghubungkan antara topografi dengan perkembangan perkotaan. Pada abad ke-10 M, ia sudah mampu meneropong masa depan Arab Saudi. Menurut dia, lautan yang terdapat di sekitar jazirah itu akan menjadi daya tarik bagi setiap orang untuk mengunjunginya. ‘’Membuka batas antara laut akan mampu meningkatkan perdagangan,’‘ ungkap sang geografer.
Ia juga mampu memprediksi masa depan pertumbuhan perekonomian suatu daerah dari kajian geografi yang detail dan mendalam. Selain itu, Al- Muqaddasi juga melakukan penelitian mengenai dampak iklim dan tempat terhadap bentuk fisik penduduknya. Tempat yang dingin seperti Khwarizmidan Ferghana membuat penduduknya menebalkan jenggot serta badannya lebih gemuk.
Hal lain yang juga dikajinya adalah cara berpakaian, makanan, serta dialek bahasa dari setiap kota yang dikunjunginya. Al-Muqaddasi memang pantas disebut geografer yang jenius. Perdaban modern telah berutang budi terhadap dedikasi dan terobosan serta penemuan metode penelitian yang telah ditemukan sang ilmuwan asal Yerusalem itu.