Jumat, Maret 26, 2010

Menengok Komunitas Jawa di Bangkok

Jika anda orang Jawa dan berkunjung ke Bangkok, sempatkan ke Kampung masjid Jawa. Kampung masjid Jawa ini terletak di daerah Sathorn. Dengan naik BTS dari National Stadium anda bisa memilih Silom line, atau jika memang perjalanan anda menggunakan BTS Sukumvit line anda bisa pindah melalui interchange station di Siam Chit.


Belilah tiket ke Surasak untuk single trip. Dari Surasak Station anda tinggal menuruni tangga lalu berjalan ke arah soi atau gang pertama di sebelah kiri. Sampailah anda di perkampungan orang-orang keturunan Jawa di Bangkok.

Asal-usul komunitas Jawa di Bangkok

Pada pertengahan abad ke-19, banyak sekali orang-orang Jawa yang dijadikan romusho oleh Jepang. Mereka dipaksa untuk melakukan kerja rodi. Mereka membangun jembatan, jalan dan rel kereta api dan lain-lain. Mereka dipaksa kerja siang malam tanpa upah bahkan makan dan minum pun hanya sekedarnya saja. Tidak hanya di negaranya atau di daerahnya sendiri, mereka juga dikirim ke pulau lain bahkan ke negara lain sehingga tak heran bahwa sekarang ada beberapa komunitas Jawa di beberapa negara di belahan dunia ini. Termasuk yang ada di Bangkok.

Awalnya komunitas Jawa di sana cuma 5 orang asli dari Jawa, Bapak Ahmad Aska (84 tahun) adalah keturunan Jawa tertua di Kampung Jawa dari 5 bersaudara yang telah dikaruniai 11 orang putra/i tersebut. Ayahnya, Aska Bin Roso, adalah pekerja yang berasal dari Kendal Jawa Tengah yang dipekerjakan oleh Jepang ketika Perang Dunia II yang terkenal dengan peristiwa pengeboman rel kereta api oleh sekutu di Kanchanaburi. Sekitar 100.000 ribu orang tewas dalam pembangunan rel kereta yang menghubungkan Thailand dengan Burma/Myanmar kala itu.

Masjid Jawa (Jawa Mosque)

Di kampung Jawa ini terdapat masjid yang bernama Jawa Mosque, masjid ini terletak di jalan Rome Nam Khaeng 5. Seperti halnya di Jawa, di samping masjid ini terdapat pekuburan muslim yang luasnya sekitar 2 hektar.

Bedhug Jawa pun masih tetep ada, yang menurut keterangan dari pengurus masjid usianya sama dengan usia masjid yaitu sekitar satu abad lamanya. Namun tidak setiap waktu sholat bedhug ini dibunyikan. Ya, karena sudah ada pengeras suara, dan mereka pun bebas mengumandangkan adzan ketika waktu sholat tiba. Masjid ini dilengkapi dengan jam digital yang akan berbunyi jika waktu sholat tiba.

Di depan masjid terdapat madrasah, yang digunakan untuk belajar agama Islam. Bangunan madrasah ini berlantai dua dengan ruangan terbuka. Anak-anak dan remaja di sekitar masjid belajar di madrasah ini dari jam 7 hingga jam 9 malam tiap harinya. Mereka berumur dari mulai 7 hingga 16 tahun. Persis kehidupan kampung di sekitar masjid di Pulau Jawa. Di masjid ini sering digunakan sebagai tempat mengikrarkan syahadat sebagai tanda seseorang telah masuk Islam. Bahkah sekaligus sebagai tempat Ijab Qabul.

Disamping masjid, berseberangan dengan jalan, akan ditemui pekuburan muslim. Pekuburan ini telah menampung lebih dari 1000 makam dengan luas sekitar 2 hektar.

Kampung Masjid Jawa

Rumah-rumah disekitar masjid Jawa ini pun persis perkampungan kauman yang ada di Pulau Jawa. Jalan sempit, lebar hanya sekitar satu meter. Di kanan kirinya terdapat rumah yang berpagar cukup tinggi. Masing-masing rumah mempunyai halaman yang cukup asri dengan luas sekitar 10-20 meter persegi. Cukup luas bukan?

Dalam kampung Jawa ini tidak hanya dihuni oleh keturunan Jawa, penduduk asli Bangkok juga tinggal di sekitarnya. Namun dari gaya bangunan rumah, kita bisa membedakan mana yang keturunan Jawa dan mana yang bukan. Seperti yang sudah saya sebutkan tadi rumah keturunan Jawa biasanya masih berupa rumah kayu dua lantai tapi bukan rumah panggung. Baik lantai satu maupun lantai di atasnya tertutup dinding kayu. Keturunan Jawa hampir semuanya muslim sehingga simbol-simbol keislaman nampak jelas di rumahnya. Paling tidak ada satu kaligrafi yang terpampang di rumahnya. Memang orang Thailand suka simbol-simbol keagamaan, sehingga muslim Thailand kemudian juga menampilkan simbol-simbol keislaman mereka di rumah maupun di kendaraan. Jadi teringat pada sebuah bus nomer 93 yang sering saya tumpangi penuh dengan kaligrafi karena pemiliknya seorang muslim.

Tradisi jawa

Di kampung masjid Jawa ini di huni oleh keturunan Jawa yang ketiga. Walaupun hanya beberapa dari mereka yang masih bisa bahasa Jawa namun beberapa tradisi Jawa masih mereka lakukan. Misalnya tradisi kenduren, tiga hari, tujuh hari setelah ada yang meninggal masih mereka lakukan.

Jika ramadan tiba, kegiatan pengajian disertai dengan takjilan diselenggarakan setiap hari. Jadi kalau bulan puasa sesekali anda bisa berbuka di sini. Jangan khawatir, beberapa makanan atau kue juga kental dengan tradisi jawa, kue cucur misalnya masih bisa ditemui disini. Juga es cao juga masih dijajakan oleh penjual makanan keliling di sekitar kampung.

Ternyata di Kota Metropolitan Bangkok ini komunitas Jawa ini masih eksis dengan budayanya. Saya kira Indonesia dalam hal ini KBRI perlu memberikan andilnya dalam turut melestarikan budaya bangsa tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri, seperti komunitas Kampung Masjid Jawa ini.

Artikel yang Berhubungan



Dikutip dari: http://ade-tea.blogspot.com/2011/02/cara-membuat-widget-artikel-yang.html#ixzz1JSIiysNe

Artikel yang Berhubungan



Dikutip dari: http://ade-tea.blogspot.com/2011/02/cara-membuat-widget-artikel-yang.html#ixzz1JNBpubYr

0 komentar:

Bookmark and Share