Jumat, Maret 26, 2010

Saatnya Apoteker Mengambil Alih  Apotek

Pada saat ini, pengetahuan dan tingkat ekonomi masyarakat sudah semakin meningkat, konsekwensinya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan pun menjadi semakin tinggi, termasuk pelayanan informasi obat yang dirasa masih kurang. Di sisi lain produk obat semakin bervariasi dan lebih poten tetapi minim informasi atau malah informasinya menyesatkan sehingga peran apoteker sangat dibutuhkan sebagai drug informer yang memang mempunyai pengetahuan dan keahlian dibidang itu, ditambah lagi apoteker memiliki legalitas kewenangan yang sah menurut peraturan undang-undangan yang berlaku.
Tetapi kenyataannya hal itu sulit dilakukan karena apotek-apotek yang ada sekarang kebanyakan bukan dimiliki oleh apoteker melainkan orang awam (pemilik sarana apotek) yang notabene lebih berorientasi profit dan seringkali tidak mempedulikan hak masyarakat akan informasi obat. Maka sudah saatnya apoteker mengambil alih bisnis apotek agar fungsi utama apotek sebagai salah satu sarana kesehatan yang bertanggung jawab dalam pelayanan informasi obat kepada masyarakat dapat berjalan dengan baik.
Idealnya memang apotek seharusnya hanya boleh didirikan, dimiliki dan dikelola oleh seorang apoteker. Asumsinya adalah jika apotek dipegang oleh orang yang berkompeten di bidangnya maka fungsi apotek dapat berjalan sebagaimana mestinya, yakni sebagai sarana kesehatan, bukan sekedar bisnis semata. Ini adalah pelaksanaan murni dari PP No. 25 Tahun 1980. Boleh saja apoteker bekerja sama dengan pemilik sarana apotek tetapi apotek tetap menjadi milik dan atas nama apoteker. Memang saat ini di dalam Surat Izin Apotek (SIA) disebutkan izin apotek diberikan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA), tetapi karena ada PSA di dalamnya, kenyataan yang terjadi adalah apotek dianggap milik PSA sedangkan APA hanya sebagai pengelola (baca: karyawan).
Mengubah hal ini memang membutuhkan perjuangan yang mungkin akan memakan waktu yang lama karena pasti banyak ditentang dari kalangan bisnis yang sudah terbiasa mendapat keuntungan dari bisnis apotek. Maka solusi yang terbaik saya rasa untuk saat ini adalah dengan mendirikan apotek sendiri, jadi APA sekaligus PSA. Dengan semakin banyaknya apoteker yang terjun langsung ke bisnis apotek maka dengan sendirinya atmosfer apotek yang beraroma ‘bisnis semata’ akan berubah. Bahkan bisa memaksa pemain lain untuk mengikuti trend yang kita ciptakan jika ternyata masyarakat lebih menyukai apotek yang memberikan pelayanan informasi obat yang prima (karena dikelola langsung oleh apoteker).
Tantangannya sekarang adalah ‘Beranikah kita? Seharusnya kita berani, mengingat manfaatnya yang luar biasa besar, baik bagi apoteker sendiri, profesi, pemerintah maupun masyarakat.
1.    Manfaat bagi apoteker:
  • Sumber penghasilan
  • Lebih profesional dalam bekerja
  • Lebih dihargai masyarakat (kebanggaan profesi)
2.    Manfaat bagi profesi
  • Profesi Apoteker mendapat tempat terhormat di mata masyarakat
  • Profesi Apoteker akan diakui dan disegani oleh profesi kesehatan lainnya.
3.    Manfaat bagi pemerintah
  • Membantu program pemerintah
  • Mencegah pelanggaran distribusi obat.
  • Mencegah meluasnya penyalahgunaan obat dan penggunaan obat yang salah yang pada gilirannya akan menurunkan biaya kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatanmasyarakat.
4.    Manfaat bagi masyarakat
  • Mendapatkan informasi obat yang benar.
  • Swamedikasi yang benar karena dibimbing oleh apoteker.
  • Mencegah resistensi, efek samping, dll akibat penggunaan obat yang salah
  • Mengurangi beban biaya kesehatan masyarakat karena semakin paham tentang obat.
Untuk memulai usaha ini, jangan didahulukan dengan bertanya berapa omzetnya, berapa resep yang akan masuk, dapat untung atau tidak. Jika yang muncul di awal adalah pertanyaan semacam ini maka kita tidak akan pernah berani membuka apotek. Beberapa hal ini sering dianggap sebagai kendala bagi apoteker untuk memulai bisnis apotek:
  • Permodalan yang terkesan memberatkan. Untuk mengatasi kendala permodalan
    yang besar dapat kita manfaatkan relasi yang ada sehingga peluang untuk bekerja
    sama dengan pemodal dapat ditemukan.
  • Takut rugi/tidak laku. Untuk yang satu ini penulis punya rumus sederhana yaitu
    omzet > 5 kali biaya operasional. Artinya jika biaya gaji karyawan, sewa tempat (tidak ada jika milik sendiri), listrik, dan telepon sekitar 6 juta, maka omzet minimal agar impas adalah 30 juta perbulan (cuma 1,2 juta perhari), lebih dari itu sudah untung.
    • Apotek sudah menjamur, sehingga takut bersaing. Menurut say a apotek yang
      memberikan informasi obat yang prima belum menjamur alias masih langka.
    • Kurangnya   pengetahuan   tentang   masalah   resep   dan   manajemen   apotek.
      Berdasarkan pengalaman saya, dengan bekal keilmuan kita, apoteker hanya butuh
      paling lama satu bulan untuk menguasai ilmu resep.
    • Kurang memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Dengan memberanikan diri
      sering berkomunikasi dengan pasien pasti lambat laun bisa.
Beberapa poin ini mungkin dapat memotivasi kita:
  • Pengetahuan yang dibutuhkan untuk menjalankan profesi sudah kita dapatkan di
    bangku kuliah
  • Pengalaman kerja sudah kita dapatkan minimal pada praktek kerj a profesi (PKL)
    • Orang lain saja (PSA) mampu menggaji apoteker bahkan sampai apoteknya
      berkembang, mengapa kita yang mengerti obat tidak bisa.
Agar lebih mantap sebaiknya kita juga belajar ilmu kewirausahaan. Dalam hal ini saya tidak bisa berbicara banyak karena merasa tidak kompeten (Cuma bisa mengompori dan memprovokasi teman sejawat :) ). Mudah-mudah teman sejawat yang lain bisa membagi ilmunya demi kemajuan profesi kita :) .
Sebagai penutup penulis ingin mengajak sejawat apoteker untuk -mulai dari sekarang- menanamkan dalam diri kita keinginan dan cita-cita (luhur) untuk mendirikan apotek sendiri demi kepentingan masyarakat, profesi apoteker, dan tentunya kita sendiri sebagai anggota komunitas profesi apoteker. Bagi yang sudah puny a modal segeralah buka apotek. Bagi yang masih bekerja di apotek milik orang lain, pelajari ilmunya dan segera gunakan untuk buka apotek sendiri. Bagi adik-adik mahasiswa farmasi, belajarlah ilmu kewirausahaan sedini mungkin untuk bekal buka apotek sendiri, apalagi lulusan apoteker sudah terlalu banyak karena menjamurnya perguruan tinggi yang membuka program studi farmasi. Sudah saatnya mengubah trend apotek menjadi pusat pelayanan informasi obat yang paling dipercaya oleh masyarakat.
Referensi.
  1. PP No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotik
  2. Kepmenkes No 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Permenkes No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotik.

 

Artikel yang Berhubungan



Dikutip dari: http://ade-tea.blogspot.com/2011/02/cara-membuat-widget-artikel-yang.html#ixzz1JSIiysNe

Artikel yang Berhubungan



Dikutip dari: http://ade-tea.blogspot.com/2011/02/cara-membuat-widget-artikel-yang.html#ixzz1JNBpubYr

0 komentar:

Bookmark and Share