Jumat, Februari 05, 2010

Sekte-sekte Islam




“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,” (QS. Ali Imran [3]:105)

Berikut akan dijelaskan berbagai sekte dalam islam beserta sejarah kelahirannya dan faham-faham yang dianutnya. Dengan memahaminya kita akan mengetahui dan memahaminya, sehingga kita bisa mengikuti yang benar-benar sesuai dengan Qur’an dan Sunnah.

1. KHAWARIJ

Khawarij jamak dari kata kharijah (yang keluar). Mereka dinamakan itu karena mereka keluar dari agama dan keluar (memberontak) dari pilihan kaum muslimin. Pertama kali mereka memberontak Ali bin Abi Thalib tatkala terjadi penentuan hukum. Kemudian mereka berkumpul di Harura, daerah pinggiran kota Kufah. Di Nihran Ali memerangi mereka dengan sengit setelah berdebat dan menjelaskan hujjah kepada mereka. Hanya kurang dari sepuluh orang dari mereka yang berhasil meloloskan diri dari sergapan tentara Ali dan hanya kurang dari sepuluh tentara Ali yang berhasil mereka bunuh. Dua orang lari terbirt-birit ke Aman, dua orang prajurit ke Kirman, dua orang prajurit ke Sajistan dan dua orang prajurit ke al-Jazzirah serta satu orang prajurit ke Tel Marwan di Yaman. As-Syahrstani mengatakan, Bidah-bidah Khawarij berkembang di tempat-tempat tersebut sampai hari ini.
Khawarij mempunyai banyak gelar antara lain Haruriyah, Syurrah, Mariqah (yang keluar dari agama), Muhakimah (yang menghukumi), dan mereka ridha mendapatkan gelar-gelar itu kecuali Mariqah. Dalam kelompok ini terdapat duapuluh sekte. Sekte terbesar adalah Muhakkimah, al-Azariq, Najdat, Baihasiah, Ajaridah, Tsualibah, Ibadhiah, Shafriah dan sisanya adalah cabang-cabangnya.
Meskipun terdiri-dari sekte-sekte yang berbeda-beda, mereka satu kata dalam mengafirkan Utsman ra, Ali ra, sahabat yang ikut perang Jamal, sahabat yang berhukum dengan Ali ra, orang yang ridha dan membenarkannya dengan hukum yang beliau jalankan atau salah satu dari keduanya, dan memberontak terhadap penguasa Islam yang lalim. Mereka berkeyakinan bahwa setiap pelaku dosa besar adalah kafir kecuali sekte Najdat yang tidak berkeyakinan demikian.
Berikut doktrin-doktrin inti dari golongan Khawarij :
1.Khalifah harus dipilih oleh seluruh umat secara bebas,
2.Khalifah tidak harus orang Arab, siapapun bisa asal memenuhi syarat,
3.Khalifah dipilih secara permanen selama tetap menjalankan perintah Allah, ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh bila berbuat zalim,
4.Khalifah sebelum Ali ra, adalah sah. Tetapi sejak tahun ketujuh kekhalifahan Utsman diannggap menyeleweng,
5.Khalifah Ali adalah sah sebelum terjadinya arbitrase (tahkim),
6.Sahabat yang menerima tahkim adalah kafir,
7.Pasukan perang Jamal adalah kafir,
8.Seorang yang berbuat dosa besar adalah kafir sehingga harus dibunuh,
9.Setiap mudslim harus hijrah kepada golongan mereka, bila tidak maka ia wajib diperangi,
10.Adanya wa’ad dan wa’id (orang baik harus masuk surga, orang jahat harus masuk neraka),
11.Amar ma’uf Nahyi munkar,
12.Alqur’an adalah makhluk,
13.Memalingkan ayat-ayat al-qur’an yang tampak mutasyabihat (samar),
14.Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.

2. SYIAH

Para peneliti telah mengkualisfikasikan golongan Syiah menjadi tiga kualifikasi : Ghulah, Imamiyah dan Zaidiyah. Mereka menyebutkan bahwa setiap bagian itu bercabang-cabang menjadi beberapa golongan. Berikut golongan-golongan yang ada pada Firqah Syiah.

A. Ghulah
As-Syahrstani berkata, Golongan ini mengkultuskan para pemimpin mereka sampai mengeluarkan dari batasan sebagai mahluk, menghukumi pemimpin dengan hukum-hukum ilahiah, terkadang menyerupakan salah seorang dari para pemimpin itu dengan Allah dan terkadang menyerupakan Allah dengan mahluk. Mereka berada pada dua posisi, belebihan dan meremehkan.
Kerancuan logika mereka itu diilhami oleh pemikiran Hulululiah, Tanasikhiyah, Yahudiyah dan Nasraniyah. Kelompok ini telah tepecah belah menjadi banyak golongan yang saling mengafirkan. Yang termasuk pecahan dari golongan ini ialah Sabaiyah, golongan pengikut Abdullah bin Saba yang mengkultuskan Ali dan menganggapnya nabi hingga meyakinya sebagai Tuhan. Pemahamannya itu ia sebarkan di Kufah. Keberadaan mereka tercium oleh Ali lalu beliau memerintahkan anak buahnya untuk membakar mereka.
Sabaiyah berkeyakinan bahwa Ali tidak akan mati, mempunyai sebagian sifat ilahiah, suaranyalah yang datang di awan dan guruh, kilatan petir tersenyum kepadanya dan setelah itu ia akan segera turun ke bumi. Kemudian ia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana pernah dipenuhi oleh kedurhakaan. Tidak diragukan lagi mereka adalah golongan yang telah keluar dari Islam. Para ulama telah memerangi segolongan dari mereka yang telah dianggap keluar dari Islam walaupun mereka menisbatkan kepadanya.

BATHINIYAH
Golongan ini mempunyai banyak julukan antara lain Qaramthah, Khurramiyah, Khurramdiniyah, Ismailiyah, Sabiyyah, Babikiyah, Muhammirah dan Talimiyah.
Imam Ghazali mengatakan, “Telah disepakati bahwa dakwah ini tidak dibangun di atas suatu ajaran agama mana pun. Tidak diikatkan pada suatu ajaran agama yang dikuatkan oleh kenabian. Karena sesungguhnya tempat berjalannya digiring oleh keterlepsannya dari agama sebagaimana rambut terlepas dari adonan. Tetapi ia mengikuti golongan Majusi, Muzdakiyah, segolongan kecil penyembah berhala yang menyeleweng dari tauhid, dan sekelompok besar tokoh-tokoh failosof terdahulu. Mereka mempergunakan panah logika dalam mengambil hukum suatu urusan yang diringankan bagi mereka. Sebagai ganti dari kekuasaan ahli agama”.
Beliau menyebutkan, bertujuan memalingkan manusia dari agama, mereka mengatakan, “Berlindunglah dengan menasabkan diri ke ahli bait, menangislah atas musibah yang menimpa mereka, dan bertawasullah dengan itu”. Mereka mencela para ulama agar manusia ragu terhadap kabar-kabar yang mereka nukil dari Rasulullah. Bila terdapat suatu ayat al-Quran dan kabar-kabar yang mutawatir mereka membuat keraguan pada manusia dengan pernyataan, “Dalam nash-nash terdapat rahasia-rahasia dan hal-hal yang tidak dinampakkan”. Orang bodoh adalah orang yang terpedaya dengan ayat-ayat dhahir dan tanda fitnah adalah keyakinan terhadap perkara batin yang dilontarkan oleh imam yang maksum. Para ulama antara lain Al-Baghdadi, Ibnu Taimiyah, dan al-Ghazali terus terang mengafirkan mereka.

NASHIRIYAH
Termasuk sekte Syiah adalah Nashiriyah. Nama ini dinisbatkan kepada Muhammad bin Nashir an-Namiri yang hidup pada abad ketiga hijriyah dan mati pada tahun 270 H. Sejaman dengan para tokoh itsna asy’ariyah (Tokoh syiah yang duabelas) antara lain Ali al-Hady, al-Hasan al-Aksari dan Muhammad al-Mahdy. Dia mengaku bahwa ia pintu masuk yang kedua kepada imam al-Hasan dan al-Hujjah orang yang setelahnya. Nashiriyah menyangka Allah taala menyatu dengan Ali pada sebagian waktu dan mengangkat Ali ke posisi ilahiyah.
Para tokoh mereka setelah Ali dianggap mempunyai sifat ketuhanan sebagaimana keyakinan mereka terhadap Ali. Berkeyakinan ruh-ruh saling bergantian masuk ke jasad-jasad. Mereka mengafirkan Abu Bakar dan Umar. Mengadakan ulang tahun hari kelahiran Isa. Tidak puasa di bulan Ramadhan. Ibadah shalat menurut mereka adalah sekedar rumus bagi Ali, dua anaknya dan Fatimah. Mereka menggambarkan tentang surga sebagai simbol kenikmatan dan neraka sebagai simbol siksa dan mereka menghalalkan minuman keras (khamr).
Syaikhul Islam pernah ditanya tentang mereka dan menjawab, Segala pujian milik Allah, mereka adalah kaum yang dinamakan dengan Nashiriyah. Mereka dan seluruh jenis Qaramithah, Bathiniyah lebih kafir daripada Yahudi dan Nashara. Bahkan lebih kafir daripada seluruh kaum musyrikin. Bahaya mereka mereka lebih besar daripada bahayanya orang-orang kafir yang menjajah kaum muslimin seperti Tartar, Perancis dan selain mereka. Karena mereka menampilkan kecintaaan kepada ahli bait di hadapan orang-orang muslim yang bodoh padahal mereka pada hakikatnya tidak beriman dengan Allah dan rasul-Nya, kitab-Nya, perintah dan larangan-Nya, siksa dan pahala, surga, neraka, salah satu dari para rasul sebelum Muahammad dan tidak beriman dengan millah dari millah sebelumnya. Pada jaman sekarang golongan ini dapat ditemukan di Suriya sebelah kiri, di sebuah gunung yang tekenal dengan nama gunung Nashiriyah, di Iskandariyah, di Humsh dan Humah, di Halab beberapa orang di Pallestina, di kiri Nabilis dan di Libanon.

DARUZ
Syaikhul Islam berkata, Mereka adalah pengikut Hisytakin ad-Daruzi dia termasuk maula al-Hakim Bi Amrillah diutus ke penduduk lembah Taimullah bin Tsalabah.Lalu mengajak mereka untuk menyembah al-Hakim. Mereka menamakannya al-Bari al-Alam (yang menciptakan alam), dan mereka bersumpah dengan namanya. Mereka termasuk Ismailyah yang mengatakan bahwa Muhammad bin Ismail menghapus Syariat Muahammad bin Abdillah. Orang-orang ini lebih kafir daripada al-Ghaliyah. Mereka tidak percaya akan terjadinya hari qiyamat, mengingkari kewajiban Islam dan mengingkari hal-hal yang haram, logika mereka tersusun dari logikanya ahli filsafat dan Majusi. Pura-pura menampakkan kecintaan kepada ahli bait. Beliau berkata, “Mereka kafir. Barang siapa yang ragu terhadap kekafiran mereka maka ia kafir semisal mereka”. Mereka adalah orang-orang zindiq, murtad dan tidak diterima taubat mereka bahkan mereka boleh dibunuh di mana saja mereka berada. Tidak diperbolehkan menjadikan mereka sebagai penjaga dan wajib membunuh ulama dan tokoh mereka.
Sekarang mereka tinggal di Suriya, Libanon dan Palistina. Jumlah mereka sekitar 150-200 ribu jiwa. Dari suku apa mereka belum bisa dipastikan. Sebagian penulis sejarah yakin bahwa Daruz termasuk sisa-sisa suku orang terdahulu.

B. IMAMIYAH ATAU RAFIDLAH
Mereka dinamakan Rafidlah karena mereka menolak (rafdl) kepemimpinan Abu Bakar dan Umar. Abdullah bin Ahmad berkataAku bertanya kepada ayahku tentang Rafdlah. Beliau menjawab, Orang-orang yang mencela Abu Bakar dan Umar. Para ulama menyebutkan, mereka ada lima belas golongan. Sebagian mereka menghitungnya sampai duapuluh empat golongan.
Mereka sepakat bahwa nabi memberikan mandat kepada Ali bin Abi Thalib ra, dengan namanya. Mereka publikasikan keyakinan mereka dan memproklamasikan sebagian besar sahabat sesat karena tidak mengikuti Ali setelah wafatnya Nabi dan keimaman tidak ada kecuali dengan nash dan tauqif (menerima dan tunduk). Komitmen mereka ini dianggap taqarrub. Syaikh mereka al-Mufid berkata, Imamiyah sepakat berkeyakinan mayat wajib kembali ke dunia sebelum hari qiyamat walaupun di antara mereka masih berselisih tentang makna rajah (kembali). Mereka sepakat menjuluki Bada (berubahnya takdir Allah sesuai dengan kondisi) kepada sifat Allah yang diambil dari pendengaran tanpa qiyas.
Celaan terhadap Rafdhah banyak terdapat kitab-kitab salaf dan disebutkan bahwa mereka sejelek-jelek golongan. Hal ini adalah dalam rangka untuk memperingatkan umat dari bahaya mereka. Syaikhull Islam berkata, “Tidak ada golongan bidah yang menisbatkan diri kepada Islam yang lebih jelek dai mereka. Tidak ada yang lebih bodoh, dusta, dhalim, tidak ada yang lebih dekat kepada kekufuran dan kefasikan dan kemaksiatan dan paling jauh dari hakiakat keimanan daripada mereka. Maka golongan Rafidhah itu mungkin munafik dan mungkin bodoh. Seorang tidak menjadi Rafidhi, Jahmi kecuali munafik atau bodoh terhadap apa yang dibawa Nabi.

C. ZAIDIYAH
Mereka ialah pengikut Zaid bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Mereka memberikan mandat keimamahan kepada anak-anak Fathimah dan tidak memberikannya kepada selainnya. Akan tetapi mereka membolehkan setiap pengikut golongan Fatimy yang alim, pemberani dan dermawan tampil menjadi imam yang wajib ditaati apakah ia dari anak-anak al-Hasan atau dari anak-anak al-Husain. Kelompok Zaidiyah ini terbagi menjadi enam golongan sebagaimana yang disebutkan oleh Abul Hasan al-Asyari.
Golongan Zaidiyah ini sepakat menghukumi pelaku dosa-dosa besar semuanya kekal di neraka, membenarkan peperangan yang dilakukan Ali dan menyalahkan orang (sahabat) yang menyelisihinya. Bahwa Ali pada posisi yang benar ketika menghukukmi dua pasukan yang bertikai. Zaidiyah secara keseluruhan membolehkan berontak kepada penguasa muslim yang dhalim untuk menghilangkan kedhaliman mereka dan tidak shalat di belakang imam yang berbuat dosa. Mereka lebih mengutamakan Ali daripada semua sahabat lainnya dan berkeyakinan tidak ada orang yang lebih afdhal setelah rasulullah daripada Ali.

3. MURJI’AH

Secara bahasa kata Murjiah diambil dari kata irja yang mengandung dua makna. Pertama : Memberi tangguh sebagaimana tersebut dalam ayat, Pemuka-pemuka itu menjawab, Beri tangguhlah dia dan saudaranya. Kedua : Memberikan harapan. Adapun secara istilah bermakna seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad. Beliau berkata, Mereka adalah orang yang berkeyakinan bahwa iman itu hanya ucapan semata dan semua manusia sama keimanannya. Keimanan manusia pada umumnya, malaikat dan para nabi adalah satu. Iman menurut mereka tidak bertambah dan berkurang, iman tidak dikecualikan. Barang siapa yang telah beriman dengan ucapannya tetapi tidak beramal shaleh maka ia seorang mukmin yang sebenarnya.
Terdapat kaitan antara makna Murjiah secara bahasa dan istilah sehingga golongan ini boleh dinamakan dengan Murjiah. Nama ini diambil dari kata irja. Karena mereka menagguhkan amal setelah adanya niat dan tujuan. Sebagaimana boleh juga dinamakan dari makna yang kedua yaitu mereka meyakini maksiat itu tidak membahayakan keimanan sebagaimana juga ketaatan tidak bermanfaat bagi naiknya keimanan. Mereka memberikan harapan (irja) pahala orang yang bermaksiat di sisi Allah. Golongan Murjiah terbagi menjadi tiga jenis, sebagaimana yang disebutkan Syaikhul Islam ibnu Taimyiah :
Jenis pertama : Orang yang mengatakan iman hanya ada di hati. Di antara mereka ada yang memasukkan amal hati ke dalamnya. Merekalah kelompok Murjiah yang terbesar dan di antara mereka ada yang tidak memasukkan amal hati ke dalam iman.seperti Jahm bin Shafwan.
Jenis kedua : Orang yang mengatakan iman sekedar ucapan semata. Inilah pendapat golongan Karamiyah.
Jenis ketiga : Orang yang mengatakan iman itu hanya membenarkan dalam hati dan ucapan. Inilah pendapat para ahli fiqih Murjiah.
Murjiah moderat itu tidak memasukkan amal-amal dan perbuatan-perbuatan dalam lingkup keimanan. Berarti kewajiban ditinggalkan. Adapun Murjiah ekstrim adalah orang-orang yang mengingkari siksa neraka dan berkeyakian bahwa nash-nash yang berisi ancaman yang menakutkan hakikatnya tidak ada. Ucapan ini berbahaya dan berarti kewajiban ditinggalkan. Di tempat lain beliau berkata tentang ahli Fiqh dari kalangan Murjiah, Kemudian Salaf sangat mengingkari dan menvonis bid’ah dan menyalahkan pendapat mereka. Aku tidak mengetahui seorang pun dari Salaf menvonis mereka kafir. Bahkan mereka sepakat golongan ini tidak dikafirkan. Salah seorang ulama telah membawakan dalil yang menguatkan bahwa Murjiah tidaklah kafir. Barang siapa menukil dari Imam Ahmad atau selainnya menvonois kafir mereka atau menggolongkan mereka ke dalam ahlul bidah yang masih diperselisihkan kekafirannya maka sungguh ia telah berkesimpulan dengan amat salah.
Berikut doktrin-doktrin inti dari golongan Khawarij :
1.Penangguhan keputusan mengenai Ali dan Muawiyah, dan pendukung tahkin kelak di akhirat,
2.Penangguhan pengakuan Ali sebagai khalifah keempat dalam khulafaurrasyidin,
3.Meletakkan pentingnya iman daripada amal
Pemberian harapan kepada pelaku dosa besar untuk mendapat rahmat dan ampunan Allah kelak,

4. JABARIYAH

Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Asy-Syahratsani menegaskan bahwa aliran Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sebenarnya dan menyandarkannya kepada Allah. Dengan kata lain manusia melakukan perbuatannya dengan terpaksa. Mereka menganut faham fatalisme, yang mengatakan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Allah.
Jabariyah pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham, kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shafwan di Khurasan. Jahm bin Shafwan seorang penduduk Tirmidz, Khurasan. Ia adalah seorang pandai berdebat, sangat berdalam-dalam membicarakan sifat Allah, berkeyakinan Quran itu makhluk, Allah tidak mengajak bicara kepada Musa, Ia tidak dilhat dan Ia tidak berada di atas Arsy. Aliran ini ia sebarluaskan yang selanjutnya nama golongan ini dinisbatkan kepadanya. Konon Ja’d bin Dirham menyerap ilmu itu dari Aban bin Saman murid dari Thalut bin Ukhti Labid bin Al-Asham. Thalut sendiri berguru pada Yahudi terlaknat pensihir Rasulullah saw, Labid bin al-Asham. Jahm bin Shafwan dianggap sebagai pemuka kejahatan bidah ini. Dia mengumpulkan tiga kebidahan yang buruk yaitu:

Pertama :Membuang sifat Allah. Ia berkeyakinan Allah tidak diperbolehan disifati dengan sifat-sifat karena dapat menimbulkan persepsi penyerupaan dengan mahluk.

Kedua : Ia berkeyakinan, manusia tidak dapat menguasai sesuatu dan tidak pula disifati dengan kemampuan. Manusia dipaksa dalam berbuat. Ia tidak berkuasa terhadap perbuatanya sendiri dan tidak mempunyai kehendak serta pilihan.

Ketiga : Keimanan adalah sekedar pengetahuan(marifat). Orang yang mendustakan iman dengan ucapannya tidak dapat divonis kafir karena ilmu dan pengetahuan(marifat) tidak bisa hilang dengan pedustaannya terhadap keimanan. Iman tidak dapat berkurang dan keimanan tidak bertingkat-tingkat.

Para salaf menganggap sangat berbahaya pendapat Jahm bin Shafawan ini dan mereka telah menvonis kafir. Telah disebutkan di muka bahwa Abdullah bin Al-Mubarak mengeluarkannya dari golongan orang-orang Islam.
Dari Salam bin Abi Muthi katanya, Golongan Jahmiyah itu kafir jangan kamu shalat di belakangnya.

Dari Sufyan as-Tsauri katanya, Barang siapa yang berkeyakinan bahwa firman Allah taala, Hai Musa sesungguhnya Aku adalah Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, mahluk maka ia telah kafir, boleh dibunuh. Sufyan As-Tsauri mengatakan, Al-Quran kalamullah, barang siapa mengatakan ia mahluk maka sungguh kafir dan barang siapa ragu akan kekafirannya maka ia kafir(juga).
Imam Ahmad berkata, Barang siapa yang mengatakan Al-Quran makhluk maka ia menurut kami kafir karena al-Quran bersumber dari Allah dan di dalamnya terdapat nama Allah azza wa jalla.

Imam ad-Darimi menuliskan dalam kitabnya ar-Rad aal Jahmiyah (Membantah Jahmiyah) satu bab husus yang membahas kekafiran Jahmiyah. Beliau menerangkan, Bab Pengambilan dalil Untuk Mengafirkan Jahmiyah, kemudian beliau berkata di bawahnya, Di Baghdad, seorang laki-laki mendebatku dalam rangka membela golongan Jahmiyah. Ia bertanya, Ayat apa yang Anda jadikan dasar untuk mengafirkan Jahmiyah, padahal kita dilarang mengafirkan ahli kiblat(Orang yang masih shalat), apakah dengan kitab yang dapat berbicara Anda mengafirkan mereka? Atau dengan dengan hadits? Atau dengan ijma? Maka aku jawab, Jahmiyah menurut pendapat Kami bukanlah ahli kiblat, dan kami tidaklah mengafirkan mereka kecuali dengan kitab yang tertulis, atsar yang masyhur dan kekafiran mereka telah masyhur kemudian beliau merinci dalil-dalil yang mengafirkan mereka

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah meriwatyatkan, sebagian besar ulama mengafirkan Jahmiyah. Beliau berkata, Dan yang terkenal dari madzhab Imam Ahmad dan mayoritas ulama sunnah adalah mengafirkan Jahmiyah. Merekalah yang menolak sifat-sfat Allah dan ucapan mereka sangat jelas menentang apa yang dibawa rasululah.

Ibnul Qoyyim dalam syair Nuniyahnya mengatakan :

Sungguh limapuluh dari puluhan ulama telah mengafirkan mereka di berbagai negeri
Al-Imam Al-Likai meriwaytkan dari mereka bahkan sebelumnya sudah ada yang mendahuluinya, at-Tahabrani.

Sebagian orang menyangka bahwa Golongan Jahmiyah sekarang sudah hilang. Namun pada hakikatnya, yang tidak perlu diperdebatkan lagi, bahwa pemikiran-pemikiran Jahmiyah terus ada sampai hari ini walaupun muncul dengan baju baru dan di bawah logo yang baru. Paham ini terus digencarkan oleh tokoh-tokoh ilmu kalam atau failosof seperti Mutazilah dan Asyairah(Kelompok as-Ariyah).

Imam Jamaluddin al-Qasimi mengomentari tentang Jahmiyah dengan perkataannya, Diasangka oleh kebanyakan orang bahwa Jahmiyah telah hilang padahal Mutazilah cabang darinya. Jumlahnya milyaran, sebagaimana kamu ketahui, bahwa ahli kalam yang menisbatkan kepada Asyari menyerap pemahaman madzhab Jahmiyah. Sebagaimana hal ini telah diketahui oleh orang yang sangat mengerti tentang ilmu kalam dan kaidah-kaidah antara ucapan-ucapan mereka dengan ucapan-ucapan Salaf.
Berikut beberapa dalil yang mereka pakai :

“Kalau Sekiranya Kami turunkan Malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al-An’am [6]: 111)

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (QS. Ash-Shaffat [37]: 96)

“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Insan [76]: 30)

5. QADARIYAH

Golongan Qadariyah ini mengingkari Allah mengetahui perbuatan-perbuatan sebelum terjadinya dan meyakini Ia belum menentukannya. Mereka mengatakan, Tidak ada takdir, bahwa semua kejadian itu baru. Yaitu kejadian itu baru, tidak didahuluhi oleh takdir dan tidak diketahui Allah sebelumnya. Allah hanya mengetahui setelah adanya kejadian itu. Mereka berkeyakinan Allah tidak menciptakan perbuatan-perbuatan hamba-Nya dan takdir-Nya tidak berkaitan dengannya.
Qadary adalah yang orang yang mengatakan Allah tidak menciptakan sesuatu sampai sesuatu itu ada. Beliau meriwayatkan juga bahwa Abu Tsaur ditanya tentang Qadariyah maka ia menjawab, Qadariyah adalah orang yang berkeyakinan, sesungguhnya Allah tidak menciptakan perbuatan-perbuatan hamba-hamba-Nya. Bahwa kemaksiatan-kemaksiatan bukanlah Ia yang menakdirkan dan menciptakannya. Maka merekalah Qadariyah.
Dinamakan Qadariyah karena mereka mengingkari takdir sebagaimana dikatakan oleh imam Nawawi dan konon mereka meyakini manusia berkuasa sepenuhnya atas usaha-usaha mereka. Peletak dasar pemahaman ini adalah Mabad al-Juhani. Ia lontarkan pemahamannya ini pada ahir jaman sahabat. Muslim meriwayatkan dari Yahya bin Yamar katanya, Orang pertama yang berdalam-dalam membicarakan masalah takdir di Bashrah adalah Mabad al-Juhani. Konon Mabad al-Juhani menyadap pemahamannya dari seorang Nashara bernama Susan. Selanjutnya dari Mabad, Ghailan penduduk Damaskus mengambil pemikirannya. Orang pertama yang membicarakan masalah takdir dengan berlebihan adalah penduduk Irak bernama Susan, seorang Nasrani yang masuk Islam kemudian masuk Kristen lagi. Mabad mempelajari pemahamannya, kemudian dipungutlah ilmu sesat itu dari tangan al-Mabad oleh Ghailan.
Bidah Qadariyah mempunyai dua konsepsi pokok yaitu,
Pertama : Mengingkari ilmu Allah.
Kedua : Hamba-hambalah yang menciptakan perbuatan-perbuatan mereka dengan sendirinya.(tanpa ada kaitannya dengan takdir Allah)
Perbedaan mereka dengan salaf adalah terletak pada konsepesi mereka yang menyatakan bahwa pebuatan-perbuatan hamba-hamba telah ditakdirkan untuk mereka dan dari hasil usaha mereka sendiri tidak ada kaitannya dengan kekuasaan Allah. Kebatilan madzhab yang terahir ini lebih ringan daripada madzhab pertama. Ibnu Taimiyah menjelaskan maksud perkatakaan-perkataan salaf yang mengafirkan Qadariy, “Para ulama salaf mengkafirkan golongan Qadariyah yang menolak al-Kitab dan ilmu Allah dan mereka tidak menvonis kafir seorang (Qadariy) yang menetapkan ilmu Allah dan seorang Qadariy yang mengingkari perbuatan-perbuatan hamba itu ciptaan Allah.
Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan para imam yang lainnya menvonis kafir seorang Qadariy yang mengingkari ilmu Allah yang terdahulu. Golongan Qadariyah telah hilang, akan tetapi Mu’tazilah membangun konsepsinya di atas konsepsi Qadariyah dan menyebarluaskannya. Dengan demikian kita dapat memprediksikan bahwa Mu’tazilah mewarisi ilmu dari Qadariyah. Oleh karena itu Mutazilah disebut juga Qadariyah.
Berikut beberapa dalil yang mereka pakai :

“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran [3]: 165)

“Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. An-Nisa [4]:111)

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra’du [13]:11)

“Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. Al-Kahfi [18]: 29)

6. MU’TAZILAH

Secara harfiah kata mu’tazilah berasal dari kata i’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh dan menjauhkan diri. Terdapat dua golongan mu’tazilah secara taknis, di antaranya adalah mu’tazilah 1 yang muncul karena respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai golongan netral politik tanpa stigma teologis seperti yang timbul pada golongan ini selanjutnya.
Yang kedua adalah mu’tazilah 2, yaitu golongan yang muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Murji’ah akibat adanya peristiwa tahkim. Zgolongan ini muncul karena perbedaan pendapat dengan golongan Khawarij dan Murji’ah mengenai pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar.
AL-USHUL AL-KHAMSAH, LIMA AJARAN DASAR TEOLOGI MU’TAZILAH
1.At-Tauhid, pengesaan Tuhan yang merupakan prinsip utama dan intisari ajaran ini. Bagi mereka tauhid Allah memiliki arti yang spssifik, Allah harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti ke-tauhidan-Nya. Golongan ini menolak segala sifat-sifat Allah, penggambaran fisik Tuhan, dan Tuhan bisa dilihat dengan mata kepala manusia.
2.Al-Adl, yang berarti Tuhan Mahaadil. Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang menunjukkan kesempurnaan.
a.Perbuatan manusia
Manusia melakukan perbuatannya sendiri, terlepas dari kehendak Allah baik secara langsung atupun tidak. Tuhan hanya bisa menyuruh berbuat baik dan jangan berbuat jahat atau buruk. Hal ini menyebabkan Tuhan wajib memberikan balasan yang setimpal kepada manusia atas perbuatannya di dunia,
b.Berbuat baik dan terbaik
Kewajiban Tuhan untuk berbuat baik kepada manusia bahkan terbaik. Tuhan tidak mungkin berbuat jahat.
c.Mengutus Rasul
Mengutus rasul merupakan kewajiban Tuhan
3.Al-Wa’ad wa al-Wa’id
Berarti janji dan ancaman. Tuhan tidak akan melanggar janji-Nya. menyebabkan Tuhan wajib memberikan balasan yang setimpal kepada manusia atas perbuatannya di dunia.
4.Al-Manzilah bain al- manzilatain
Orang yang berbuat dosa besar berada pada dua posisi. Mereka yang berbuat dosa besar dan belum bertobat adalah bukan orang mukmin atupun kafir melainkan fasik.
5.Al-Amr bi al-ma’ruf wa an-Nahyi an Munkar
Ajaran ini mengajarkan keberpihakan terhadap kebaikan daripada kejahatan atau kemunkaran. Mereka memandang jika memang diperlukan kekerasan dalam melaksanakannya, maka hal tersebut bisa digunakan.

7. AL-MATURIDIYAH

Aliran Maturidiyah lahir di Samarkand pada pertengahan abad IX M. Didirikan oleh Abu Mansur Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Beliau dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di Samarkand, wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang kini disebut Uzbekistan1. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriah. Al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutawakil yang memerintah tahun 232-274 H/847-861 M. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi adalah Nasyr bin Yahya Al-Balakhi.
Ia sebagai pengikut Imam Abu Hanifah, sehingga faham teologinya memiliki banyak persamaan dengan faham-faham yang dipegang oleh Imam Abu Hanifah. Al-Maturidiyah termasuk aliran teologi ahli sunnah.Tujuan lahirnya aliran Maturidiyah adalah sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah yang dianggap tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara.

A.DOKTRIN-DOKTRIN TEOLOGI AL-MATURIDIYAH
1.Akal dan Wahyu
Al-Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada Al-Qur’an dan akal, akal banyak digunakan diantaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti ia telah meninggalkan kewajiban yang diperintahkan oleh ayat-ayat tersebut Namun akal, menurut Al-Maturidi tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban yang lain.
Dalam masalah amalan baik dan buruk, beliau berpendapat bahwa penentu baik dan buruknya sesuatu itu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah mengikuti kemampuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu, walau ia mengakui bahwa akal terkadang tidak mampu melakukannya. Dalam kondisi ini, wahyu dijadikan sebagai pembimbing.

2.Perbuatan Manusia
Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta daya (kasb) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar manusia.
3.Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Penjelasan di atas menerangkan bahwa Allah memiliki kehendak dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak berarti bahwa Allah Allah berbuat sekehendak dan sewenang-wenang. Hal ini karena qudrat tidak sewenag-wenang (absolute), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
4.Sifat Tuhan
Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti sama, bashar, kalam, dan sebagainya. Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama/inheren) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzat wa la hiya ghairuhu). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya yang qadim (taadud al-qadama).
5.Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan, hal ini diberitakan dalam Al-Qur’an, surat Al-Qiyamah ayat 22 dan 23 :Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”
Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di sana beda dengan dunia.
6.Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam (baca:sabda) yang tersusun dengan huruf dan bersuara denagn kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadits). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali dengan suatu perantara2.
7.Perbuatan Tuhan
Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena da hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri.
8.Pengutusan Rasul
Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan akalnya. Pandangan ini tidak jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.
9.Pelaku Dosa Besar (Murtakib Al-Kabir)
Al-Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang musyrik.
10.Iman
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan3. Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 14. Ayat tersebut difahami sebagai penegasan bahwa iman tidak hanya iqrar bi al-lisan, tanpa diimani oleh qalbu.

B.GOLONGAN-GOLONGAN TEOLOGI AL-MATURIDIYAH
1.Golongan Samarkand
Yang menjadi golongan ini adalah pengikut-pengikut Al-Maturidi sendiri. Golongan ini cenderung ke arah faham Asy’ariyah, sebagaimana pendapatnya tentang sifat-sifat Tuhan. Dalam hal perbuatan manusia, maturidi sependapat dengan Mu’tazilah, bahwa manusialah yang sebenarnya mewujudkan perbuatannya.
2.Golongan Bukhara
Golongan ini dipimpin oleh Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi. Dia merupakan pengikut Maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Nenek Al-Bazdawi menjadi salah satu murid Maturidi. Jadi yang dimaksud dengan golongan Bukhara adalah



DAFTAR PUSTAKA

Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 2000.

Ahmad, Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 1998.

Asy-Syahratnasy. Al- Milal wa An-Nihal. Darul Fikr. Beirut.t.t 
 
A.SEJARAH LAHIRNYA ALIRAN AL-MATURIDIYAH
1.Riwayat Singkat Al-Maturidi
Aliran Maturidiyah lahir di Samarkand pada pertengahan abad IX M. Didirikan oleh Abu Mansur Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Beliau dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di Samarkand, wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang kini disebut Uzbekistan1. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriah. Al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutawakil yang memerintah tahun 232-274 H/847-861 M. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi adalah Nasyr bin Yahya Al-Balakhi.
Pendidikan beliau difokuskan pada bidang teologi daripada fiqih, ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapi faham-faham teologi yang banyak berkembang pada masyarakat islam, yang menurutnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara. Ia sebagai pengikut Imam Abu Hanifah, sehingga faham teologinya memiliki banyak persamaan dengan faham-faham yang dipegang oleh Imam Abu Hanifah. Al-Maturidiyah termasuk aliran teologi ahli sunnah.

2.Karya-karya Al-Maturidi
Pemikiran-pemikiran beliau dituangkan ke dalam bentuk karya tulis, diantaranya ialah Kitab Tauhid, Ta’wil Al-Qur’an, Makhaz Asy-Syara’i, Al-Jadi, Ushul fi Ushul Ad-Din, Maqalat fi Al-Ahkam Radd Awa’il Al-Abdullah li Al-Ka’bi, Radd Al-Ushul Al-Khamisah li Abu Muhammad Al-Bahili, Radd Al-Imamah li Al-Ba’ad Ar-Rawafid, dan kitab Radd ‘ala Al-Qaramatah2. Selain itu, ada juga karangan ynag ditulis oleh Al-Maturidi, yaitu Risalah fi Al-Aqaid dan Syarh Fiqh Al-Akbar. Sebagai informasi yang menambah wawasan tentang Maturidiyah adalah buku yang dikarang oleh pengikutnya, seperti buku Isyarat Al-Maram oleh Al-Bayadi dan Al-Bazdawi dengan bukunya Ushul Al-Din.



3.Tujuan Lahirnya aliran Al-Maturidiyah
Untuk mengetahui sistem pemikiran Al-Maturidi, kita tidak bisa meninggalkan pemikiran Asy’ari dan aliran Mu’tazilah, karena ia tak lepas dari suasana jamannya. Maturidiyah dengan Asy-‘ariyah sering sama dalam pemikirannya, karena kesamaan lawan yang dihadapinya yaitu aliran Mu’tazilah. Namun tetap terdapat perbedaan diantara keduanya. Jadi tujuan lahirnya aliran Maturidiyah adalah sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah yang dianggap tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara.

B.DOKTRIN-DOKTRIN TEOLOGI AL-MATURIDIYAH
1.Akal dan Wahyu
Al-Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada Al-Qur’an dan akal, akal banyak digunakan diantaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akalnya untuk memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadapAllah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaan-Nya. Jika akal tidak memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti ia telah meninggalkan kewajiban yang diperintahkan oleh ayat-ayat tersebut Namun akal, menurut Al-Maturidi tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban yang lain.
Dalam masalah amalan baik dan buruk, beliau berpendapat bahwa penentu baik dan buruknya sesuatu itu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah mengikuti kemampuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu, walau ia mengakui bahwa akal terkadang tidak mampu melakukannya. Dalam kondisi ini, wahyu dijadikan sebagai pembimbing.
Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu :
Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu,
Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu,
Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk wahyu.
Tentang mengetahui kebaikan dan keburukan Maturidiyah memiliki kesamaan dengan Mu’tazilah, namun tentang kewajiban melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan Maturidiyah berpendapat bahwa ketentuan itu harus didasarkan pada wahyu.
2.Perbuatan Manusia
Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta daya (kasb) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar manusia.
Dalam masalah pemakaian daya ini Al-Maturidi memakai faham Imam Abu Hanifah, yaitu adanya Masyiah (kehendak) dan ridha (kerelaan). Kebebasan manusia dalam melakukan perbuatan baik atau buruk tetap berada dalam kehendak Allah, tetapi ia dapat memilih yang diridhai-Nya atau yang tidak diridhai-Nya. Manusia berbuat baik atas kehendak dan kerelaan Allah, dan Manusia berbuat baik atas kehendak dan kerelaan Allah, dan berbuat buruk pun dengan kehendak Allah, tetapi tidak dengan kerelaan-Nya3.
3.Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Penjelasan di atas menerangkan bahwa Allah memiliki kehendak dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak berarti bahwa Allah Allah berbuat sekehendak dan sewenang-wenang. Hal ini karena qudrat tidak sewenag-wenang (absolute), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.

4.Sifat Tuhan
Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti sama, bashar, kalam, dan sebagainya. Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama/inheren) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzat wa la hiya ghairuhu). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya yang qadim (taadud al-qadama).
Tampaknya faham tentang makna sifat Tuhan ini cenderung mendekati faham Mu’tazilah, perbedaannya terletak pada pengakuan terhadap adanya sifat Tuhan.
5.Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan, hal ini diberitakan dalam Al-Qur’an, surat Al-Qiyamah ayat 22 dan 23 :

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”
Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di sana beda dengan dunia.
6.Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam (baca:sabda) yang tersusun dengan huruf dan bersuara denagn kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadits). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali dengan suatu perantara4.


Maturidiyah menerima pendapat Mu’tazilah mengenai Al-qur’an sebagai makhluk Allah, tapi Al-Maturidi lebih suka menyebutnya hadits sebagai pengganti makhluk untuk sebutan Al-Qur’an.
7.Perbuatan Tuhan
Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena da hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Setiap perbuatan-Nya yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain:
Tuhan tidak akan membebankan kewajiban di luar kemampuan manusia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia diberikan kebebasan oleh Allah dalam kemampuan dan perbuatannya,
Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.
8.Pengutusan Rasul
Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan akalnya. Pandangan ini tidak jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.
9.Pelaku Dosa Besar (Murtakib Al-Kabir)
Al-Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang musyrik.
Menurut Al-Maturidi, iman itu cukup dengan tashdiq dan iqrar, sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu amal tidak menambah atau mengurangi esensi iman, hanya menambah atau mengurangi sifatnya.



10.Iman
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan5. Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 14 :
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’."
Ayat tersebut difahami sebagai penegasan bahwa iman tidak hanya iqrar bi al-lisan, tanpa diimani oleh qalbu. Lebih lanjut Al-Maturidi mendasarkan pendapatnya pada surat Al-Baqarah ayat 260 :

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian)
ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Dalam ayat tersebut, bukan berarti bahwa Nabi Ibrahim belum beriman, tetapi beliau menginginkan agar keimanannya menjadi keimanan ma’rifah. Ma’rifah didapat melalui penalaran akal. Adapun pengertian iman menurut golongan Bukhara, adalah tashdiq bi al-qalb dan iqrar bi al-lisan, yaitu meyakini dan membenarkan dalam hati tentang keesaan Allah dan rasul-rasul yang diutus-Nya dengan membawa risalah serta mengakui segala pokok ajaran islam secara verbal.

C.GOLONGAN-GOLONGAN TEOLOGI AL-MATURIDIYAH
1.Golongan Samarkand
Yang menjadi golongan ini adalah pengikut-pengikut Al-Maturidi sendiri. Golongan ini cenderung ke arah faham Asy’ariyah, sebagaimana pendapatnya tentang sifat-sifat Tuhan. Dalam hal perbuatan manusia, maturidi sependapat dengan Mu’tazilah, bahwa manusialah yang sebenarnya mewujudkan perbuatannya. Al-Maturidi berpendapat bahwa Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu.
2.Golongan Bukhara
Golongan ini dipimpin oleh Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi. Dia merupakan pengikut Maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Nenek Al-Bazdawi menjadi salah satu murid Maturidi. Jadi yang dimaksud dengan golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi dalam aliran Al-Maturidiyah.
Walaupun sebagai pengikut aliran ­Al-Maturidiyah, AL-Bazdawi selalu sefaham dengan Maturidi. Ajaran teologinya banyak dianut oleh umat islam yang bermazhab Hanafi. Dan hingga saat ini pemikiran-pemikiran Al-Maturidiyah masih hidup dan berkembang di kalangan umat islam.




DAFTAR PUSTAKA

Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 2000.

Ahmad, Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 1998.

Asy-Syahratnasy. Al- Milal wa An-Nihal. Darul Fikr. Beirut.t.t.

Nasution, Islam Rasional, UI Press,Jakarta, 1987.

Mahmud Qasim, Fi Ilm Al-Kalam, Maktabah al-Anglo al-Maishriah, Kairo, 1969

Artikel yang Berhubungan



Dikutip dari: http://ade-tea.blogspot.com/2011/02/cara-membuat-widget-artikel-yang.html#ixzz1JSIiysNe

Artikel yang Berhubungan



Dikutip dari: http://ade-tea.blogspot.com/2011/02/cara-membuat-widget-artikel-yang.html#ixzz1JNBpubYr

0 komentar:

Bookmark and Share