Membaca Al-Qur’an dalam keadaan haid atau nifas
Hadits Jabir dari Nabi, beliau bersabda :
“Perempuan yang sedang haidh dan nifas tidak (boleh) membaca sesuatu
dari Al-Qur’an” (HR ad-Daraquthni).
Hadits lain bersumber dari Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Abu Daud,
Turmudzi dan Ibnu Majah dengan redaksi yang tidak jauh berbeda dengan
hadis Jabir diatas. Dari situ jumhur ulama mengharamkan wanita yang
sedang haid atau nifas membaca Al-Qur’an.
Imam Syaukani dalam Nailul Autar berkata : “Kedua hadits itu tidak
patut untuk dijadikan hujjah untuk hukum “haram””. (Kedua hadits
tersebut masih diperselisihkan ke-sahihannya).
D. Menyentuh Al-Qur’an dalam keadaan ber hadats kecil dan besar.
Dalil yang mengharamkan menyentuh Al-Qur’an dalam keadaan ber hadats
kecil maupun besar masih diperselisihkan dan cenderung tidak kuat.
Dari segi untuk ke hati-hatian dan dari adab kesopanan sebaiknya
ketika menyentuh dan membaca Al-Qur’an sedapat mungkin dalam keadaan
suci dan punya wudhu.
Menerima upah dari mengajarkan Al-Qur’an
Abu Laits Nashrun bin Muhammad as-Samarqandi dalam kitabnya Bustanul
Arifin menyatakan bahwa mengajarkan Al-Qur’an itu ada tiga macam :
1. Mengajarkan Al-Qur’an ikhlas karena Allah semata dan tidak meminta
upah.
2. Mengajarkan Al-Qur’an dengan meminta upah.
3. Mengajarkan Al-Qur’an dengan tanpa syarat, jika dikasih upah
diterima.
Macam pertama mendapat pahala Allah atas perbuatannya dan yang
demikian itu meneladani perbuatan para nabi.
Macam kedua diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian ulama dahulu
(mutaqaddimun) menetapkan “tidak boleh”. Sedangkan sebagian ulama
kemudian (mutaakhkhirun) menetapkan “Boleh” seperti : Ashnan bin Yusuf,
Nashrun bin Yahya dan Abu Nashr bin Salam.
Macam ketiga disepakati “boleh” oleh jumhur ulama.
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =)) Posting Komentar