Ushul Tafsir
Ushul tafsir adalah cabang dari ilmu ulumul Qur’an yang membahas
ilmu-ilmu dan kaidah-kaidah yang diperlukan dan harus diketahui untuk
menafsirkan Al-Qur’an. Ushul tafsir ini adalah bagian dari ulumul qur’an
yang paling penting karena sangat erat kaitannya dengan istinbath
(penyimpulan hukum) dalam fikih dan penetapan i’tikad (tauhid, akidah)
yang benar.
Ibnu Taimiyyah dalam Muqaddimah fi Ushulit Tafsir menyatakan : “Jika
ada orang bertanya : ‘Apakah jalan yang terbaik untuk menafsirkan
Al-Qur’an, maka jawabnya : ‘Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an.
Apabila ebgkau tidak mendapatkan penafsirannya pada Al-Qur’an, maka
tafsirkanlah dengan sunnah (hadits), karena sesungguhnya ia memberi
penjelasan terhadap Al-Qur’an. Apabila tidak engkau temukan tafsirnya
dalam Al-Qur’an dan tidak pula dalam sunnah, maka merujuklah kepada
perkataan-perkataan sahabat Nabi SAW, karena mereka paling mengetahui
sesudah Nabi, mengingat mereka menyaksikan (sebagian) turunnya Al-Qur’an
dan situasi ketika ayat itu turun serta mereka memiliki pemahaman yang
benar dari Nabi. Apabila tidak ditemukan penafsiran dalam Al-Qur’an dan
sunnah serta tidak ada pula penafsiran sahabat, maka dalam hal ini para
imam merujukperkataan tabi’in…”
A. Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Metode ini berdasarkan contoh dari Rasulullah. Ketika para sahabat
membaca firman Allah :
“Mereka yang beriman dan tidak mencampur adukkan keimanannya dengan
kezaliman, mereka itulah yang mendapat kemananan dan mereka mendapat
petunjuk” (QS [6] : 82}.
Para sahabat bertanya kepada Rasulullah : “Wahai Rasulullah, siapakah
diantara kita orang yang tidak menzalimi dirinya sendiri ?” Nabi
menjawab : “Tidak seperti yang kalian sangka, kezaliman yang dimaksud
adalah syirik. Tidakkah enkau membaca ucapan hamba yang saleh (Luqman) :
“Sesungguhnya kemusyrikan adalah kezaliman yang sangat besar”. (QS
Luqman [31] : 13).
Firman Allah dalam QS Al-Fatihah [1] : 6 :
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan orang-orang yang Engkau beri
nikmat”
Siapakah yang dimaksud orang-orang yang diberi nikmat ? maka
tafsirnya ada pada ayat Al-Qur’an yang lain, yaitu QS An-Nisa’ [4] : 69 :
“Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,
yaitu : Nabi-Nabi, para Shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan
orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”.
B. Tafsir Al-Qur’an dengan sunnah (hadits)
Peran (hadits) Rasulullah terhadap Al-Qur’an :
1. Menjelaskan bagian yang masih global (mujmal).
2. Mengkhususkan (men-takhsis) yang masih umum (‘amm).
3. Menjelaskan arti dan kaitan kata-kata tertentu.
4. Memberikan ketentuan tambahan dari aturan yang telah ada dalam
Al-Qur’an.
5. Menjelaskan nasakh (menghapus) ayat.
6. Menegaskan hukum-hukum yang telah ada.
Firman Allah dalam QS Al-Baqarah [2] : 43 :
“…dan dirikanlah shalat…”
Perintah mendirikan sholat tersebut masih kalimat global (mujmal)
yang masih butuh penjelasan bagaimana tata cara sholat yang dimaksud,
maka untuk menjelaskannya Rasulullah naik keatas bukit kemudian
melakukan sholat hingga sempurna, lalu bersabda : “Sholatlah kalian,
sebagaimana kalian telah melihat aku shalat” (HR Bukhary).
C. Tafsir Al-Qur’an dengan perkataan sahabat Nabi (Qaul Sahabi).
Sahabat nabi adalah generasi terbaik yang beriman dan diridloi Allah,
bertemu langsung dengan Nabi dan ikut menyaksikan peristiwa yang
melatarbelakangi turunnya suatu ayat dan keterkaitan turunnya dengan
ayat yang lain. Mereka mempunyai kedalaman pengetahuan dari segi bahasa,
saat bahasa itu digunakan, kejernihan pemahaman, kebenaran manhaj,
kuatnya keyakinan, apalagi jika mereka telah melakukan Ijma dalam suatu
penafsiran.
Firman Allah dalam QS An-Nur [24] : 31 :
“Hendaklah mereka tidak menampakkan kecantikannya, kecuali apa yang
boleh tampak darinya”
Ibnu Abbas menafsirkan yang boleh tampak itu adalah : “wajahnya,
kedua telapak tangan dan cincin”
D. Tafsir Al-Qur’an dengan perkataan tabi’in.
Tabi’in bertemu langsung dengan para sahabat Nabi dan mengambil ilmu
dari mereka.
Di Mekkah berdiri perguruan Ibnu Abbas, diantara para tabi’in yang
menjadi muridnya adalah : Sa’id bin Jubair, Mujahid, Ikrimah maula Ibnu
Abbas, Tawus bin Kaisan Al-Yamani dan ‘Ata bin Abi Rabah.
Di Madinah Ubay bin Ka’ab lebih menonjol dibidang tafsir dari sahabat
Nabi yang lain, diantara muridnya dikalangan tabi’in adalah : Zaid bin
Aslam, Abu ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab al-Qurazi.
Di Kufah (Iraq) berdiri perguruan Ibnu Mas’ud, yang dipandang oleh
para ulama sebagai cikal bakal mazhab ahli ra’y (akal). Tabi’in yang
menjadi muridnya antara lain : ‘Alqamah bin Qais, Masruq, Al-Aswad bin
Yazid, Murrah Al-Hamazani, ‘Amir Asy-Sya’bi, Hasan al-Basri dan Qatadah
bin Di’amah as-Sadusi.
Sufyan Tsauri berkata : “Jika datang padamu tafsir dari Mujahid,
cukuplah itu bagimu”.
Berkata Ibnu Taimiyah : “Syafi’i, Bukhari dan ahli ilmu lainnya
banyak berpegang kepada tafsirnya”.
Az-Sahabi berkata : “Umat sepakat bahwa Mujahid adalah tokoh
terkemuka yang kata-katanya dijadikan hujjah, dan kepadanya Abdullah bin
Kasir belajar”.
Diantara tokoh-tokoh tabi’in Mujahid merupakan yang paling menonjol
dan perkataannya banyak diikuti mufasirin sesudahnya. Tentunya harus
diseleksi sanad-sanad atsar yang disandarkan kepada mereka, bila sahih
maka layak untuk diikuti.
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =)) Posting Komentar